sawah

01 May


"yang, besok ke rumah ya. disuruh ibu kesini, ada pengajian abah habis isya. tapi kamu habis ashar aja kesininya, ntar kalo kesorean nggak bisa parkir"

adalah pesan singkat dari pasangan saya (untuk selanjutnya kita sebut yayang) yang masuk di tengah rapat konten yang melelahkan.

yes lumayan, ada alasan keluar kota.

saya selalu suka ke rumah yayang, karena energi dan suasananya yang mengingatkan saya dengan kampung halaman abah saya nun jauh di hulu sungai kalimantan sana.

masih dalam area hinterland Surabaya, daerah rumah yayang yang masuk kabupaten Gresik ini begitu, apa ya....

"permai".

mungkin hanya perlu tiga puluh menit dari pusat Surabaya ke rumah yayang, tapi sensasi ketenangan yang saya dapatkan melebihi jauh jauh ke Malang hanya untuk sepetak sawah terasering.

tapi Gresik panas sih :((

deretan sawah membentang sampai kaki langit, tambak seluas danau, jalan aspal selebar dua meter, rawa dan rumah rumah berhalaman luas menjadi pemandangan yang tersaji begitu alami memanjakan mata jiwa saya.

bau amis tambak dan lalu lalang kendaraan yang jarang menyempurnakan suasana magis pedesaan yang selalu membawa ketenangan jiwa dan pikiran saya.

Duduk Sampeyan merupakan sebuah desa di aliran sungai Brantas. tak heran sistem irigasi baik pertanian padi maupun pertanian ikan di tambak disini terkelola dengan baik.

kalau kata yayang sih prinsip pengairan sawah dan tambak itu sama, beda di treatment aja.

Duduk Sampeyan masih begitu kental dengan kearifan lokalnya, masih mudah saya temui para ibu ibu dengan topi lebar membungkuk bermandikan peluh dan lumpur menanam padi.

suatu pemandangan yang sudah sangat jarang saya lihat, bahkan ketika saya ke Malang untuk mencari sawah.

sawah dan desa selalu membawa ilmu baru bagi saya, perempuan anomali pecinta konstruksi dan teknologi.

seperti hari itu, jadi saya diminta ibunya yayang (untuk selanjutnya kita sebut ibu) untuk menginap di sana saja karena beliau khawatir saya kenapa napa di jalan malam malam balik ke Surabaya.

ibu punya pembantu lima orang, tiga perempuan dan dua laki laki. tiga perempuan ini bertugas untuk masak (bumbu ibu yang racik), cuci piring, menyapu, dan bersih bersih rumah (kecuali bersihin kamar ibu, mbak, dan kamar yayang). sementara dua orang laki laki bertugas untuk mengurus yang berhubungan dengan tugas tugas laki laki seperti cuci mobil, dll.

pagi sekali ketika fajar muncul lima orang pembantu ibu sudah datang, iya ibu nggak punya pembantu nginep. mereka adalah orang orang yang masih terhitung tetangga, dengan jam kerja sekitar 8 - 12 jam di rumah, mereka juga nggak tiap hari datang sih. mostly pekerjaan mereka adalah petani sawah dan petani tambak.

karena di rumah yayang, yang terpenting adalah kehadiran meskipun kita nggak ngapa ngapain. semua pekerjaan rumah tangga mah udah ada semua yang kerjain.

pagi itu saya duduk duduk di belakang rumah yayang sambil twitteran, kemudian salah satu dari pembantu ibu bertanya dengan agak takut takut

"mbak, hp nya mbak layar sentuh ya"

tanya dia dengan pandangan kagum sekaligus ingin tau...

"iya"

jawab saya dengan datar dan sedikit heran.

"wah, bagus ya mbak..."

pandangan pembantu ibu saya rasa terlalu kagum, sampai sampai saya bertanya sendiri apakah ia tidak pernah melihat iphone sebelumnya ?

"mbak, rumah sampean kalimantan ya ?"

tanyanya lagi, masih dengan pandangan kagum.

"iya..."

"dari sini berapa lama ?"

"satu sampe satu setengah jam.."

(rumah yayang ke airport 30 - 45 menit naik tol fyi)

"wahhhhh, mbak naik pesawat ya? ohhhhh"

tanyanya lagi, dengan histeris.

saya tersenyum, kemudian tercenung.

yayang memang pernah bilang, kalau dia adalah salah satu warga Duduk Sampeyan yang beruntung. alm abah adalah pengusaha besar yang memungkinkan untuk yayang mengenyam pendidikan elit di Surabaya dan Jawa Timur beserta seluruh gaya hidup yang mengiringinya.

tapi kembali ke Duduk Sampeyan, yang hanya beberapa kilo dari gerbang Tol Bunder. faktanya yayang adalah anomali. masih banyak warga Duduk Sampeyan yang tidak melek teknologi, banyak tetangga tetangga dan teman teman yayang yang bingung pake smartphone dan nggak ngerti teknologi padahal umur mereka masih muda.

sebuah pemahaman baru tentang pentingnya menjadi mapan dan memiliki wawasan.

juga kearifan ilmu dan kehidupan.

di Duduk Sampeyan, hidup cenderung selaw. nggak pusing seperti kelas menengah perkotaan yang gajinya habis untuk tagihan dan cicilan demi memenuhi standar hidup ala perkotaan, gila jabatan, pamer ke sosial media atas previllage menikmati fasilitas eksklusif karena acara kantor, dan overpede mengemukakan pendapat.

kadang saya suka senyum sendiri dengan cara tuhan bercanda, bagaimana bisa tuhan memberikan seorang manusia cerdas dengan insting bisnis luar biasa serta pemikiran menembus ruang dan waktu yang mengajarkan kearifan berpikir dalam kehidupan sehari harinya di pedesaan kepada saya yang nggak jelas ini.

hari hari di Duduk Sampeyan mengajarkan saya, bahwa tuhan membeberkan fakta mau jadi apa kita, tuhan bisa wujudkan.

oh iya, desa dan kota sejatinya adalah sama. desa penuh manusia gaptek, kota penuh manusia maruk.

dan semoga saya dan kamu kamu yang membaca ini bisa mengambil ilmu mau jadi manusia seperti apa kita.



Surabaya, 1 Mei 2016




Riffat Akhsan

16 April

surabaya masih gelap, kumandang adzan mengiringi keberangkatan saya dari Surabaya menuju malang.

"mari mbak"

sapa security perumahan saya dengan wajah ngantuk, maklum sudah semalaman beliau begadang menjaga keamanan perumahan saya dan sebentar lagi shiftnya selesai.

dingin, sepi, namun tidak mencekam adalah keadaan yang menemani saya selama perjalanan.

saya ke malang untuk bahagia, untuk bersyukur, dan untuk belajar bagaimana tuhan sudah begitu baik pada saya.

bahagia rasanya bisa keluar dari hal hal yang menyesakkan, kalau kata paman guru. jangan biarkan gelembung masalah mengurungmu, tapi upayakan untuk masalah bisa berada di bawah kendalimu.

dan disinilah saya, sebuah kabupaten yang berada di daerah pegunungan.

pagi saya langsung blusukan ke kampung kampung, ngapain ? cari sawah ! karena saya suka filosofi sawah. sawah selalu bisa menyesuaikan diri dengan musim, selalu bisa berdamai dengan keadaan, baik keadaan tanah, air, pupuk, bibit maupun petani. sawah dengan padinya selalu mengingatkan diatas langit memang masih ada langit, tapi kita menjejak bumi. bukan di langit.



karena sawah, selalu menyadarkan bahwa kita bukan siapa siapa.

kawasan perkampungan dan persawahan Singosari rekomendasi dari @bubukmilo bukanlah daerah wisata, apalagi desa wisata. ketika saya googling "sawah di malang" tidak ada satupun review tentang hamparan persawahan hijau bagai karpet yang bisa dinikmati rombongan jenuh perkotaan seperti saya.

asli nya malang sangat terlihat di desa tumapel ini, rumah rumah sederhana berhalaman luas, masyarakat yang sudah sibuk dengan lumpur dan peluh sambil membungkuk menata padi padi siap tanam.

"lhoo kok difoto mbak, nek difoto ngunu aku kelambian sing apik"

(lho kok difoto mbak, kalau difoto seperti itu saya memakai baju yang bagus" sapa mereka. saya hanya tersenyum, saya hanya mengambil foto landscape harmonisasi terasering berlatarkan hutan dan langit biru pak....



perjalanan menyusuri sekalian mencari spot foto bagus berlanjut, kali ini di jalan sepi dengan kali dan sawah di samping kanan.

"sampean lapo mbak..." seru mas mas dengan mengendarai sepeda motor melewati saya dan Rusma.



kami memang anak kota yang kampungan, seneng nggak ketulungan foto foto di sawah yang menjadi pemandangan sehari hari masyarakat desa tumapel.

hidup memang penuh harmoni, sawah dan desa memang menenangkan dan menyenangkan. tapi kalau kelamaan, saya nggak bakal jadi apa apa. mungkin mereka yang bahagia hidup dengan prinsi "gini aja udah enak dan cukup kok" bisa. tapi saya yang ambisius tidak bisa terlalu dinyamankan dengan sesuatu yang menenangkan dan menyenangkan.



desa dan kota, mereka harus seimbang, tidak ada yang lebih baik dari yang lain.

desa tanpa kota, hidup tanpa motivasi dan ambisi. kota tanpa desa, hidup tanpa rendah hati dan rasa syukur.


tujuan saya ke malang ada 3 : ketemu rombongan twitter #Memetwit, Sawah, dan Malang Kota Lama.

yak kelar sama sawah saya dan Rusma pindah spot ke ijen boulevard


berbeda dengan Surabaya Lama yang kota tua nya bergaya arsitektur indische, Malang Kota Lama kota tuanya berga arsitektur neo gothic sehingga menurut saya mereka lebih eksotis.


kelar dari ijen boulevard, disinilah saya. numpang charge iphone + power bank, numpang wifi plus pinjam laptop buat nulis postingan ini di kontrakan Naufal, kawan SMA saya :)))



terima kasih Naufal untuk listrik, dan wifi di kontrakan kamu, dan obrolan kita. terima kasih lia untuk pinjaman laptopnya sehingga saya bisa menulis dan bahagia.

terima kasih tuhan, untuk kebahagiaan saya sampai detik ini.




Malang, 16 April 2016



Faizah Akhsan

07 July


Minggu dini hari, saya terbangun ketika jarum jam berada pada angka dua, setelah sebelumnya baru bisa memejam tengah malam. praktis hanya dua jam saya memejam, kegelisahan karena tingginya suhu tubuh ditambah mata yang masih mengantuk memaksa saya untuk mandi kemudian packing dengan kesadaran yang masih separo. tapi dalam hati saya sudah ikhlas kalau kalau banyak baju saya yang ketinggalan.

saya meninggalkan Surabaya pada penerbangan pertama, bahkan matahari belum  menampakkan wujudnya ketika saya mengudara. dari ketinggian sekian ribu kaki dari permukaan laut, Surabaya terlihat kecil dan bersinar keemasan ditimpa matahari fajar, ada hangat tersendiri mengingat apa yang Surabaya telah berikan pada saya.


Faizah and Her Enchanting Journey | Designed by Oddthemes | Distributed by Gooyaabi