travel life

02 August



Penerbangan Singapore Airlines menuju Hong Kong berjalan dengan lancar. ini pertama kalinya bagi saya melakukan perjalanan internasional dengan pesawat full service. menyenangkan rasanya memiliki kesempatan melihat video safety demonstration dari layar di depan kursi. selama ini saya pikir safety demonstration harus diperagakan manual oleh awak kabin. kemudian saya juga baru tau bahwa inflight meal itu lengkap meliputi : roti dengan butter, makanan utama, yogurt dengan potongan buah segar, dan air mineral. lalu ada free flow berbagai minuman (saya coba orange juice, apple juice, chinese tea, dan milo) yang bisa dipesan hot atau cold. 


kamar mandi juga menyenangkan. saya bisa mengisi bidet portable saya sehingga urusan toilet yang selama ini menjadi momok menjadi perkara yang bearable selama penerbangan.


saya bahkan meminta snacks tambahan ke galley dan dikasih. 


wow, Singapore Airlines benar-benar menaikkan level pengalaman perjalanan udara saya ke tingkat yang lebih tinggi.



tiga puluh menit sebelum mendarat, saya menangis melihat langit Hong Kong. pencakar langit mulai menunjukkan wajahnya, jumlahnya benar - benar banyak seakan dipaku ke bumi seperti pepohonan yang membentuk hutan. sebagai insan konstruksi yang proyeknya sering kena pangkas anggaran, ini benar - benar dunia yang luar biasa. produk konstruksi di mana-mana. baik yang sudah difungsikan maupun yang masih dalam tahap pembangunan.


akhirnya, tuhan izinkan saya sampai di Pearl of The Orient. 



pesawat mendarat di Hong Kong International Airport (HKIA) berdampingan dengan maskapai-maskapai yang saya baru lihat pertama kali : Air China dan Thai Airways. kami keluar di gate bernomor kecil sehingga jarak antara gate ke imigrasi sangat dekat. tidak perlu naik skytrain yang terkenal menghubungkan ratusan gate di HKIA.


imigrasi Hong Kong masih manual. kita masih harus berhadapan dengan officer. namun, petugas di lapangan sangat strict membagi barisan sehingga antrian antar line hanya berkisar tiga sampai empat orang di depan saya.


masuk Hong Kong tidak perlu visa bagi Warga Negara Indonesia pemegang paspor reguler berwarna hijau. saya berhadapan dengan Immigration Officer perempuan yang menanyakan kapan saya pulang dari Hong Kong dan langsung memberi stempel izin masuk.


masalah muncul ketika saya sampai di belt bagasi. alih - alih koper, justru nama saya dipajang untuk diminta menemui petugas darat. singkat cerita intinya bagasi saya ketinggalan. saya memang punya 2 koper. koper besar dan kecil. di Balikpapan, saya bilang ke petugas darat bahwa 1 koper (besar) langsung ke Hong Kong, 1 koper (kecil) ikut saya ke Singapore. yang ketinggalan adalah koper yang nggak ikut saya ke Singapore. seperti layaknya robot, saya yang kaget karena pertama kali mengalami kejadian ini masuk ke mode auto-pilot lalu mengurus administrasi dan teknis bagasi saya. kemudian saya mendapat kepastian bahwa bagasi akan diantar langsung ke Apartemen saya di Causeway Bay.


setelah itu saya beneran blank, sampe nggak lihat jalan trus nabrak bule yang bingung kenapa dia ditabrak padahal HKIA cukup lengang saat itu.


Saya lalu memilih duduk dan menenangkan diri. tapi emosi saya campur aduk. di satu sisi, excitement untuk segera ke kota membuncah. di sisi lain, saya masih lemes sama bagasi saya dan sedih juga baru aja landing udah nabrak orang. hal ini membuat saya nggak bisa berpikir jernih. bahkan untuk menemukan counter OBS untuk mengambil octopus card dan sim card lokal China Mobile HK saja saya harus berputar-putar. padahal, lokasinya tidak jauh dari tempat saya duduk. 


tapi kemudian saya melihat beberapa perempuan pekerja migran asal Indonesia. saya lihat wajah - wajah tabah mereka. saya ingat beberapa dari mereka satu pesawat dengan saya dan mendapat perlakuan cukup buruk karena keterbatasan berbahasa dan perilaku mereka yang dianggap irritating oleh sebagian orang. 


sepertinya itu yang menyadarkan saya. selain suara di dalam diri yang bilang "yuk, segera ke kota. kan mau makan dim sum di Islamic Centre Canteen. nanti kalau makin sore ke kota, nyampe Islamic cuma dapat dim sum bagian ceker"


berangkatlah saya menaiki Airport Bus dengan Kode A11. saya hanya perlu tap octopus card di depan dan turun di Wan Chai Fire Station Bus Stop. Tidak ada urusan transfer platform seperti jika harus naik Airport Express. yes, Air BnB Apartment saya memang beralamat di Causeway Bay. tapi sebetulnya, secara realita berada di area Wan Chai. 


sedih saya hilang segera setelah saya dapat kursi di lantai 2 dan bus melaju (oh sudahkah saya cerita kalau saya suka sekali naik Bus Double Decker ?). selama perjalanan, mata saya lagi - lagi dimanjakan dengan karya konstruksi dalam berbagai aspek. ini juga faktor yang membuat saya memutuskan untuk naik bus saja dibanding harus naik Airport Express. bus memang tidak secepat Airport Express, namun semua infrastruktur fancy saya lewatin semua: sebutlah flyover bertingkat, terowongan bawah laut, dan berbagai infrastruktur penahan ombak yang bersanding dengan hijaunya hutan sub-tropis di sejuknya cuaca Hong Kong di musim semi. 


setelah satu jam, sampailah saya di depan Wan Chai Fire Station. Saya lalu berjalan sekitar seratus meter dan check inn Air BnB Apartment. 





Apartment saya tidak luas, tapi muat untuk tiga orang (saya, Fatimah, dan Annisa). Dilengkapi dengan dapur mini tanpa kompor. namun tersedia pemanas air, kulkas, microwave, dan mesin cuci pintu depan. kamar mandinya standar dengan tekanan air yang baik. memang benar tidak ada bidet di toiletnya, tapi sudah saya antisipasi dengan membawa ember dan gayung lipat portable yang sudah saya beli dari Bontang. 





kemudian saya menuju ke Islamic Centre Canteen. Alhamdulillah, dim sum nya nggak sisa ceker doang. masih ada seporsi Shiumai dan Hakau. saya juga pesan Ayam Lemon yang udah jadi incaran sejak lihat menu Canteen ini.


setelah makan, barulah pikiran saya jernih dan sadar bahwa saya harus belanja sementara koper saya belum sampai. kemudian harus top up saldo Octopus Card juga. jadi saya putuskan jalan - jalan saja sambil belanja di area sekitaran Apartment. 


ternyata itu adalah keputusan terbaik yang saya buat. selama ini, kelemahan saya setiap traveling adalah saya tidak mengenali neighbourhood tempat saya tinggal selain urusan lokasi tempat makan. dengan situasi waspada harus menunggu koper saya tiba di apartment, saya berkesempatan merasakan Hong Kong core di area neighbourhood saya. masih jelas di ingatan saya, saya ternganga melihat tram berbelok di depan saya saat saya berdiri di zebra cross.




God, I'm in Hong Kong ! I'm really blend in the hustle (but) culture of Hong Kong people.


that feeling, is so priceless.


and that's the end of the day one. karena, saya dihubungi oleh kurir yang mengantarkan koper saya. saya lalu mengakhiri hari dengan bersih - bersih lalu istirahat. 


terima kasih sudah membaca sampai sini, mengikuti perjalanan saya hari pertama di Hong Kong.


sampai bertemu di hari berikutnya.


view dari depan Air BnB Apartment saya




Bontang, 2 Agustus 2025





Faizah


08 August


kunjungan saya ke Penang saat itu menjelang tahun baru Cina. itu yang menjelaskan ornamen dan suasana semarak yang saya termui di Gurney Paragon Mall.


ada dua Gurney Mall di Georgetown : Gurney Plaza dan Gurney Paragon. awalnya saya bingung ke Gurney Mall mana yang memiliki store toko buku terbesar.
 

BookXCess flagship store adalah alasan dibalik kunjungan saya di Penang. sebelum saya tau kalau Penang memiliki berbagai hal menarik lainnya yang membuat saya tidak pernah menyesali keputusan kesana. 

kembali ke which Gurney that I must visit in order to reach out the BookXCess flagship store ? jawabannya adalah Gurney Paragon Mall. 





Gurney Paragon Mall lebih baru, lebih sepi, dan lebih elit dibandingkan dengan Gurney Plaza. selain mengunjungi BookXCess,  saya juga bermain golf (Indoor) di MST Golf Arena, membeli lipstik dan sabun muka di Sasa Store, serta membeli bantal di Comfort Bay Store. 

kekurangannya cuma satu: agak sulit mencari makanan halal di mall ini.


at a glance,  Gurney Paragon Mall Lebih terasa seperti home living mall. toko - tokonya didominasi oleh kebutuhan rumah. saya menemani saudara saya belanja di Daiso serta mengunjungi store khusus peralatan dapur. store ini menjual berbagai pisau dengan harga yang mampu memotong rantai kemiskinan.


Sepertinya Penang merupakan daerah yang sangat sukses menggaet warga negara tetangganya untuk membeli properti di sini. dengan daya tarik pemandangan pantai dan dukungan 16 Rumah Sakit berstandar Internasional, gagasan memiliki properti biar gampang kalau berobat terasa masuk akal.  

trend ini yang membuat brand home living kenamaan masuk di Penang. saya belajar banyak di mall ini tentang Bedding Set, Bathroom Set, peralatan dapur, Furniture, hingga gaya hidup lainnya. 


akhir kata, kalau kamu mau ke  Mall yang ramai, banyak makanan halal, banyak jajan cemilan, ramai, memiliki branded store di semua level, rasanya lebih cocok ke Gurney Plaza.

namun, jika kamu ingin belajar membangun dan menata rumah, membaca buku, dan cenderung punya jiwa introvert sepertinya Gurney Paragon Mall lebih cocok untuk kamu.





hai, apa kabar ? lama rasanya saya nggak menulis di sini. senang rasanya bisa kembali menulis dengan tenang, jernih, dan apa adanya lagi. kehidupan saya beberapa bulan terakhir benar-benar menenggelamkan saya hingga saya hampir kehilangan arah. and sadly, kehilangan kebahagiaan menulis di sini.

kali ini, saya mau berbagi hasil kontemplasi saya dalam memaknai value dari sebuah kegiatan perjalanan. kini, saya bukan lagi Budget Traveler. kini saya pindah kuadran menjadi Price Wise Traveler. berikut ceritanya :


1. Saya Lebih Memilih Maskapai Full Service. Jika Tidak Memungkinkan, Maka Saya Memilih LCC dengan Seluruh Add Ons



Scoot Airlines membuka penerbangan langsung ke Balikpapan sebagai respon atas hadirnya calon IKN Nusantara di bumi etam. seiring terbukanya konektivitas dan meningkatnya minat masyarakat Kalimantan Timur, Air Asia. Malaysia Airlines, dan Royal Brunei juga membuka penerbangan langsung ke Balikpapan. 

di awal awal, saya semangat sekali terbang lewat Balikpapan dengan Scoot atau Air Asia (karena jam penerbangan yang lebih cocok) karena saya harus menempuh perjalanan darat selama 6 jam dari rumah saya di Kota Bontang menuju bandara yang terletak di Kota Balikpapan.

lambat laun, saya mulai merasakan bahwa perjalanan darat dari Bontang ke Balikpapan mulai terasa melelahkan lahir batin. hal ini dikarenakan moda transportasi umum yang tersedia beserta infrastruktur yang standar membuat perjalanan darat selama 6 jam tidak bisa dipangkas sama sekali.

kemudian situasi rupiah yang semakin melemah dan dollar Singapura yang semakin menguat, mempengaruhi harga tiket pesawat dari Balikpapan. membuat harga tiket pesawat jadi tidak lagi mendorong jiwa impulsif saya. 

saya lalu berkesimpulan. kini, terbang dari Balikpapan bukan lagi pilihan. 

kini, saya lebih memilih terbang dari Airport Samarinda yang hanya berjarak 2 jam dari rumah saya. lebih memilih Singapore Airlines atau Air Asia dengan seluruh add ons (bagasi, makan 2 set meals, dan seat arrangement) via Surabaya.

kenapa Surabaya ? karena saya dulu berkuliah di Surabaya. saya lebih dari paham tentang seluk beluk Surabaya. Surabaya is one of my comfort zone. tidak ada kota di luar Pulau Kalimantan yang lebih saya percaya untuk survive selain Surabaya.

2. Bepergian dengan Koper 24 Inch adalah Harga Mati




saya suka banget dengan maskapai Scoot Airlines. versi LCC dari Singapore Airlines. apalagi ketika ia membuka penerbangan tiga kali seminggu dari Balikpapan. saya lalu menjadikan Singapura menjadi hub dari seluruh perjalanan luar negeri saya. saya rasa karena itulah saya jatuh cinta dengan Singapura. 

Scoot menawarkan bagasi kabin 10 kg. offering yang sangat genereous dibandingkan maskapai lainnya yang maksimal di 7 kg. sebuah priviledge yang mengajarkan saya how to pack light as a traveler. biasanya saya hanya membawa koper 20 inch yang saya masukkan di kabin atas ketika berangkat, dan membeli bagasi pada penerbangan pulang.  

sementara, ada perubahan di dalam diri saya. saya kini tidak cukup dengan Koper 20 Inchi. karena saya sadari, salah satu sumber ketenangan saya adalah tentang kondisi yang nyaman untuk saya melaksanakan ibadah shalat. kini, travelling tidak terasa lengkap jika saya tidak membawa sajadah yang saya pakai shalat sehari-hari. sajadah tebal yang sudah menjadi saksi terkabulnya doa sejak saya masih di bangku kuliah. sajadah itu cukup berat. belum ditambah kabel colokan yang saya bawa sendiri karena gadget saya banyak. lalu toiletries dan handuk yang selalu saya bawa karena saya tidak pernah mau dependent dengan hotel tempat saya menginap. 

Sajadah, Kabel Colokan, Handuk, dan Toiletries, ditambah keperluan standar travelling lain. apalagi, saya juga menyiapkan space kosong untuk barang belanjaan saya. hal ini yang membuat koper berukuran 20 Inch tidak sanggup menampung barang bawaan saya.

pemilihan koper 24 inch instead of 28 inch didasarkan pada limit bagasi yang saya pilih serta kekuatan diri saya untuk mengangkat koper tersebut. saya tidak pernah pakai jasa porter di Airport dan saya berprinsip untuk bertanggungjawab atas seluruh barang bawaan saya tanpa harus melibatkan orang lain.  

 3. Value Saya dalam Mencari Hotel adalah : Ruangan Spacious, Kamar Mandi Dalam, Bidet/Kloset Jepang, dan Makanan Halal


standar "spacious" kamar hotel bagi saya adalah dimana luasan ruangannya mampu untuk saya membuka sajadah secara undisturb. seperti yang saya ceritakan sebelumnya, bahwa salah satu sumber ketenangan saya adalah tentang kondisi yang nyaman untuk saya melaksanakan ibadah shalat.

jika saya punya ruang khusus untuk saya menaruh sajadah dan shalat dengan nyaman, maka urusan space untuk koper bukan lagi masalah. karena jika untuk shalat saja mudah, apalagi untuk sekedar buka koper. 


kamar mandi dalam adalah cara saya menjaga kesucian tempat berwudhu untuk saya sholat. lalu, saya tuh anaknya penakut. kalau malam, saya sering ke kamar mandi. dan yang terpenting, kamar mandi dalam menjadi solusi jika saya ingin shalat malam. 


nyambung dengan urusan kamar mandi dalam yah, toilet dengan bidet adalah cara saya menjaga kesucian baju dan tubuh saya untuk shalat. jika memang tidak ada bidet/kloset jepang, maka saya akan mencoba mencari kamar dengan kamar mandi bathub atau shower mandi yang bisa ditarik ke kloset sebagai pengganti bidet



saya suka sekali makan. sumber kebahagiaan saya adalah makanan dan jalan kaki. perjalanan ke manapun menjadikan kuliner menjadi prioritas utama. penting bagi saya memilih hotel di lokasi yang memiliki paling tidak satu stall makanan halal authentic daerah tersebut.

kalau di Singapura, saya selalu suka di daerah Geylang Serai Market & Food Centre/Haig Road Moslem Food Centre. di Seoul saya suka di dekat Kampungku Halal Restaurant Myeongdong. di Hongkong saya suka hotel yang walking distance ke Wai Kee Halal Restaurant atau Islamic Centre. di Kyoto atau Tokyo saya suka hotel dekat Halal Ramen Ayam Ya. di Penang saya suka di Lorong Selamat karena dekat dengan Nasi Kandar Pelita. atau seperti di Kuala Lumpur saya suka di daerah Chinatown untuk makan di warung warung Amak muslim atau makan Burger Ramlee waktu sore. 

jika memang tidak ada area halal, saya mencoba untuk tinggal di hotel dekat restaurant no pork no lard seperti Kyochon Chicken Restaurant di Jeju City 


4. Menunggu Lebih Sabar, untuk Travelling Lebih Proper, From Budget Traveler  to Price Wise Traveler



akhir kata, tulisan ini tentang perjalanan saya pindah kuadran ke kategori Price Wise Traveler.

menurut longman dictionary of contemporary english, price wise diartikan sebagai  informal used for saying which feature of a situation you are referring to. 

ketika memutuskan untuk memperjuangkan value yang saya miliki dalam merencanakan perjalanan, saya paham ada harga yang harus dibayar. my life value comes worth certain price to pay. karena situasinya jelas yah. everything comes with consequence. jelas disini saya memilih konsekuensi harga dibandingkan settle for less yang membuat saya nggak tenang ibadah shalat dan akhirnya bikin perjalanan jadi nggak tenang. trus saya nya jadi nggak happy.

berpindah kuadran untuk menerima kenyataan saya udah di level price wise dalam hal travelling membuat saya agak shock sebenarnya. saya yang di 2023  mencetak rekor perjalanan ke luar negeri terbanyak seumur hidup,  kini (2024) sepertinya harus puas dengan perjalanan di awal tahun lalu saja (Singapore - Penang - Kuala Lumpur). 

perjalanan di awal tahun ini sangat Price Wise sekali dengan segala kejutannya. tapi saya happy. saya ingin mengulang kebahagiaan itu. langkah pertama adalah dengan mengaudit dan memperbaiki performa personal finance saya. kemudian melakukan riset dan mengeksekusi sesuai rencana.

langkah yang cukup berani sebenarnya. tapi saya percaya menunggu lebih sabar untuk travelling lebih proper jauh lebih bijaksana ketimbang mengeksekusi tiket pesawat sebanyak mungkin namun berakhir dengan memaklumi banyak hal terjadi tidak sesuai value saya. susah cari makanan halal, susah shalat, dan kelelahan  fisik akibat terlalu lama di perjalanan darat. 

memang saya harus lebih sabar. namun lebih baik capek terbang, dibanding capek perjalanan darat. lebih baik menginap di hotel yang sedikit di atas rata rata harga hotel budget, asal nyaman shalat dan makan halal. lebih baik menambah sekian ratus ribu untuk bagasi penerbangan berangkat dibanding membawa koper kabin dan berakhir membeli koper tambahan saat pulang. 

pada akhirnya, semua orang memiliki visi masing - masing dalam merancang sebuah perjalanan. visi tersebut diturunkan menjadi hal - hal yang tidak ingin ditoleransi bernama value. dan saya memilih untuk itu. saya memilih untuk mengedepankan kualitas perjalanan ketimbang kuantitas kunjungan. 

Finally, I choose for being wise tralever over budget traveler. 

kalau kamu ?








25 March

 

di akhir tahun 2023, di saat semua tiket harganya nggak ngotak, saya iseng mencari tiket pesawat rute Balikpapan - Penang yang transit di Singapura untuk keberangkatan di awal tahun 2024. voila, dapatlah tiket dengan harga satu juta an one -way. sebuah keberuntungan di tengah harga tiket paling murah ada di angka dua juta lebih pada saat itu.

bener kata masyarakat. kita berencana, tiket pesawat yang menentukan.

***

bagi saya, keinginan untuk berkunjung ke Penang sudah terbersit sejak awal tahun 2023. namun, travel buddy saya alias saudara kembar saya berkali-kali bilang kalau dia belum minat ke destinasi utama warga Malaysia ini. ya nggak salah juga sih, karena di tahun itu (2023) saya dan Fatimah bolak - balik Singapore dan masih semangat - semangat nya eksplor tempat wisata warga lokal Singapura.

jadi memang takdir tuhan sih ya, di awal 2024 itu. karena saya dan Fatimah emang udah siap banget menghabiskan liburan tahun baru hanya di Bontang. eh Alhamdulillah kami diberi tuhan kesempatan liburan ke Penang.

***
 



kami berangkat petang dari Changi Airport Singapura. perjalanan ditempuh selama sekitar 45 menit dan mendarat di Penang International Airport. situasi di imigrasi Allahu Akbar ramai sekali. antrian panjang mengular dan petugas terlihat cukup ketat dalam wawancara singkat penumpang sebelum memberikan stempel masuk wilayah negara Malaysia. 

Bisa dibilang trip ini adalah trip "buang duit penginapan" 

kami tiba di George Town tengah malam. saya memesan hotel selama tiga malam di sebuah hotel budget bertabur award. penghargaan seperti Traveler's Choice dan sebangsanya.

namun begitu sampai di lobby hotel, saya sudah mulai merasa creepy. ternyata check in counter berada di lantai dua dan bisa diakses dengan lift. TAPI LIFT NYA KAYAK LIFT BARANG. kelar check in, melewati lorong menuju kamar juga terasa seperti melewati asrama lama. serem banget vibe nya. 

begitu masuk kamar, saya sesak nafas. KAMARNYA KECIL BANGET. kamar mandinya juga super kecil. bukaan pintu kamar mandi hanya berjarak dua senti dengan kloset. ketika saya buka tutup pintu kamar mandi  beneran bingung harus berdiri di mana biar nggak kena pintu saking sempitnya. kami juga kebingungan dimana menaruh 2 buah koper kabin 20 inch milik saya dan Fatimah (saudara kembar saya) agar tidak menghalangi pintu masuk.

***

saya dan Fatimah memiliki semacam ketidaknyamanan atas ruang sempit. oleh karena itu kami selalu menghindari hotel kapsul dan kamar sempit. namun untuk beberapa kasus, kami si Insinyur teknik sipil ini cukup bisa menoleransi kamar sempit yang well design untuk menginap dengan durasi di bawah lima hari. namun, menurut kami hotel ini tidak didesain dengan baik. oleh karena itu saya sesak nafas. 

sementara Fatimah di kamar sibuk menata agar kiranya kamar seluas 10 meter persegi itu bisa nyaman kami tempati, di situasi jam setengah 2 pagi saya keluar lagi sendirian menuju konter check in untuk meminta upgrade kamar yang lebih luas. 

namun tuhan memiliki rencana lain. kamar kami tidak bisa diupgrade. menurut informasi resepsionis di konter check in, semua kamar memiliki ukuran sama. yang membedakan hanyalah view jendela. 

saya kembali ke kamar dan menangis. ini adalah salah satu mimpi buruk travelling. badan capek dan mendapatkan penginapan yang tidak menyenangkan. saya dan Fatimah sepakat untuk tidur dulu untuk kemudian mencari hotel lain saat matahari muncul. 

***

meskipun kurang nyaman di kami, namun saya bersyukur hotel itu memiliki AC dingin di kamarnya. tekanan air panas dan dingin pada shower kamar mandi baik. kasur empuk. serta amenities yang lengkap dan berkualitas baik. saya bisa memahami kenapa banyak yang suka dan merekomendasikan hotel ini. mengabaikan ukuran kamar, memang hotel ini nyaman. 

beberapa jam kemudian, Alhamdulillah saya dan Fatimah mendapatkan proper rest. setelah matahari terbit kami fokus memesan hotel lewat aplikasi OTA (Online Travel Agent). tidak apa - apa uang hotel untuk dua malam selanjutnya hangus. prinsip kami, jangan sampai kunjungan ke Penang yang tidak setiap bulan ini menyisakan memori sedih karena urusan hotel demi menghemat sekian ratus ribu.

***

tidak banyak pilihan hotel yang tersisa untuk rencana go-show dengan budget kami. fokus saya dan Fatimah adalah mencari kamar yang luas. 

pilihan kami jatuh ke unit apartemen di Mansion One. kami memesan akomodasi ini selama dua malam. 


the unit is amazing. memiliki satu kamar dengan kapasitas empat orang. unit yang kami tempati amat sangat luas. ada satu buah TV di ruang keluarga dengan sofabed yang menyatu dengan dapur dan meja makan.







kamar mandinya dilengkapi dengan mesin cuci dan shower. basic amenities seperti sabun, shampoo dan handuk juga tersedia. difasilitasi dengan dua buah AC di kamar dan satu AC tambahan di ruang keluarga.


menariknya, unit apartemen di lantai 30 ini memiliki tiga pemandangan sekaligus : City View, Sea View, and Hill View. pemandangan siang hari dan malam hari sama cantiknya. sebagai seseorang yang tinggal di Bontang, pemandangan dari apartemen ini tersimpan baik di memori saya. it's such a priviledge to have this amazing experience. 


namun satu hal yang membuat kami memutuskan pindah : lokasinya yang berada persis di samping Gleneagles Hospital memancarkan energi kesedihan yang kuat. saya berulang kali berkontemplasi tentang How I Value My Life ketika berada di sini.

enggak, bukan liburan sambil muhasabah begini yang saya dan Fatimah inginkan. 

we need George Town that cherish us. in the vibrant area. walking distace to the crowd. and (halal) food nearby. 

lagi - lagi kami hanguskan satu malam di kondominium hotel ini. dan kembali mencoba opsi hotel yang lain.

***

Apple Hotel Penang menjadi juaranya

yang ternyata berlokasi 450 meter dari hotel berkamar sempit yang pertama kami tempati. jodoh tuh emang gitu ya. you are close enough, trus muter jauh. eh balik lagi ke situ. 

ada beberapa cabang dari Apple Hotel di Penang : yang di Lorong Selamat (area McAlister), di Times Square, dan Apple Heritage hotel yang deket banget sama area heritage (Esplanade, Armenian Street, dan sekitarnya)

saya dan Fatimah menginap di Apple Hotel Penang yang terletak di Lorong Selamat. karena area tersebut cukup vibrant, meriah, namun tidak terlalu touristy. berada di jalan yang dipenuhi oleh shophouses di kiri kanan. serta dekat dengan nasi kandar pelita. rumah makan halal favorit saya dan Fatimah.  


kamar standar yang kami tempati sedikit lebih besar dari hotel pertama. lagi - lagi saya sesak nafas karena tidak juga menemukan kamar hotel yang pas. kamar hotel pertama terlalu sempit. akomodasi kedua terlalu luas. kamar yang kali ini pun masih memberikan ketidaknyamanan di diri kami berdua.

adzan maghrib yang terdengar melalui speaker di masjid belakang hotel cukup mengejutkan kami karena sejauh yang kami pahami area ersebut bukan area muslim. but glad to hear something that tour our spiritual emotion in he middle of uncomfortable situation.

kami lalu memutuskan untuk makan malam dahulu sembali berpikir dan mencari solusi terkait kamar ini. sudah malam terakhir, besok kami harus mengejar pesawat menuju Kuala Lumpur. jangan sampai perkara akomodasi membuat kami enggan liburan ke Penang di kemudian hari.
 

setelah kenyang makan dan minum teh tarik enak (dan mendengar suara adzan lagi dari masjid berbeda) Fatimah mengecek ulang opsi hotel di area sekitar kami. iya, kami memutuskan untuk stay di area McAlister. karena kami suka areanya. masalah yang tersisa tinggal kamar hotel.

kami lalu menemukan satu buah kamar kosong di Apple Hotel Penang. segera, kami kembali ke hotel dan mengajukan upgrade kamar. dan berhasil. 

Alhamdulillah, akhirnya kami menemukan kamar hotel yang pas. hotel dengan vibes hangat. makanan halal bisa diakses secara berjalan kaki. serta berada di area yang vibrant. we are very sure that we will come back again to Apple Hotel Penang.

***

so that's our experience for seeking the most compatible accomodation for us in Penang. dari ketiga hotel yang kami tempati, dua yang kami hanguskan biaya menginapnya tidak jelek. hanya kurang cocok dengan saya dan Fatimah.

pengalaman dan preferensi setiap orang berbeda. dan kami percaya itu. inilah mengapa saya menuliskan pengalaman ini secara jujur dan objektif. terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat. sampai bertemu di tulisan selanjutnya !





Bontang, 25 Maret 2024




Faizah -- yang masih ingin ke Penang lagi suatu hari nanti
Faizah and Her Enchanting Journey | Designed by Oddthemes | Distributed by Gooyaabi