hai, apa kabar ? lama rasanya saya nggak menulis di sini. senang rasanya bisa kembali menulis dengan tenang, jernih, dan apa adanya lagi. kehidupan saya beberapa bulan terakhir benar-benar menenggelamkan saya hingga saya hampir kehilangan arah. and sadly, kehilangan kebahagiaan menulis di sini.
kali ini, saya mau berbagi hasil kontemplasi saya dalam memaknai value dari sebuah kegiatan perjalanan. kini, saya bukan lagi Budget Traveler. kini saya pindah kuadran menjadi Price Wise Traveler. berikut ceritanya :
1. Saya Lebih Memilih Maskapai Full Service. Jika Tidak Memungkinkan, Maka Saya Memilih LCC dengan Seluruh Add Ons
Scoot Airlines membuka penerbangan langsung ke Balikpapan sebagai respon atas hadirnya calon IKN Nusantara di bumi etam. seiring terbukanya konektivitas dan meningkatnya minat masyarakat Kalimantan Timur, Air Asia. Malaysia Airlines, dan Royal Brunei juga membuka penerbangan langsung ke Balikpapan.
di awal awal, saya semangat sekali terbang lewat Balikpapan dengan Scoot atau Air Asia (karena jam penerbangan yang lebih cocok) karena saya harus menempuh perjalanan darat selama 6 jam dari rumah saya di Kota Bontang menuju bandara yang terletak di Kota Balikpapan.
lambat laun, saya mulai merasakan bahwa perjalanan darat dari Bontang ke Balikpapan mulai terasa melelahkan lahir batin. hal ini dikarenakan moda transportasi umum yang tersedia beserta infrastruktur yang standar membuat perjalanan darat selama 6 jam tidak bisa dipangkas sama sekali.
kemudian situasi rupiah yang semakin melemah dan dollar Singapura yang semakin menguat, mempengaruhi harga tiket pesawat dari Balikpapan. membuat harga tiket pesawat jadi tidak lagi mendorong jiwa impulsif saya.
saya lalu berkesimpulan. kini, terbang dari Balikpapan bukan lagi pilihan.
kini, saya lebih memilih terbang dari Airport Samarinda yang hanya berjarak 2 jam dari rumah saya. lebih memilih Singapore Airlines atau Air Asia dengan seluruh add ons (bagasi, makan 2 set meals, dan seat arrangement) via Surabaya.
kenapa Surabaya ? karena saya dulu berkuliah di Surabaya. saya lebih dari paham tentang seluk beluk Surabaya. Surabaya is one of my comfort zone. tidak ada kota di luar Pulau Kalimantan yang lebih saya percaya untuk survive selain Surabaya.
2. Bepergian dengan Koper 24 Inch adalah Harga Mati
saya suka banget dengan maskapai Scoot Airlines. versi LCC dari Singapore Airlines. apalagi ketika ia membuka penerbangan tiga kali seminggu dari Balikpapan. saya lalu menjadikan Singapura menjadi hub dari seluruh perjalanan luar negeri saya. saya rasa karena itulah saya jatuh cinta dengan Singapura.
Scoot menawarkan bagasi kabin 10 kg. offering yang sangat genereous dibandingkan maskapai lainnya yang maksimal di 7 kg. sebuah priviledge yang mengajarkan saya how to pack light as a traveler. biasanya saya hanya membawa koper 20 inch yang saya masukkan di kabin atas ketika berangkat, dan membeli bagasi pada penerbangan pulang.
sementara, ada perubahan di dalam diri saya. saya kini tidak cukup dengan Koper 20 Inchi. karena saya sadari, salah satu sumber ketenangan saya adalah tentang kondisi yang nyaman untuk saya melaksanakan ibadah shalat. kini, travelling tidak terasa lengkap jika saya tidak membawa sajadah yang saya pakai shalat sehari-hari. sajadah tebal yang sudah menjadi saksi terkabulnya doa sejak saya masih di bangku kuliah. sajadah itu cukup berat. belum ditambah kabel colokan yang saya bawa sendiri karena gadget saya banyak. lalu toiletries dan handuk yang selalu saya bawa karena saya tidak pernah mau dependent dengan hotel tempat saya menginap.
Sajadah, Kabel Colokan, Handuk, dan Toiletries, ditambah keperluan standar travelling lain. apalagi, saya juga menyiapkan space kosong untuk barang belanjaan saya. hal ini yang membuat koper berukuran 20 Inch tidak sanggup menampung barang bawaan saya.
pemilihan koper 24 inch instead of 28 inch didasarkan pada limit bagasi yang saya pilih serta kekuatan diri saya untuk mengangkat koper tersebut. saya tidak pernah pakai jasa porter di Airport dan saya berprinsip untuk bertanggungjawab atas seluruh barang bawaan saya tanpa harus melibatkan orang lain.
3. Value Saya dalam Mencari Hotel adalah : Ruangan Spacious, Kamar Mandi Dalam, Bidet/Kloset Jepang, dan Makanan Halal
standar "spacious" kamar hotel bagi saya adalah dimana luasan ruangannya mampu untuk saya membuka sajadah secara undisturb. seperti yang saya ceritakan sebelumnya, bahwa salah satu sumber ketenangan saya adalah tentang kondisi yang nyaman untuk saya melaksanakan ibadah shalat.
jika saya punya ruang khusus untuk saya menaruh sajadah dan shalat dengan nyaman, maka urusan space untuk koper bukan lagi masalah. karena jika untuk shalat saja mudah, apalagi untuk sekedar buka koper.
kamar mandi dalam adalah cara saya menjaga kesucian tempat berwudhu untuk saya sholat. lalu, saya tuh anaknya penakut. kalau malam, saya sering ke kamar mandi. dan yang terpenting, kamar mandi dalam menjadi solusi jika saya ingin shalat malam.
nyambung dengan urusan kamar mandi dalam yah, toilet dengan bidet adalah cara saya menjaga kesucian baju dan tubuh saya untuk shalat. jika memang tidak ada bidet/kloset jepang, maka saya akan mencoba mencari kamar dengan kamar mandi bathub atau shower mandi yang bisa ditarik ke kloset sebagai pengganti bidet
saya suka sekali makan. sumber kebahagiaan saya adalah makanan dan jalan kaki. perjalanan ke manapun menjadikan kuliner menjadi prioritas utama. penting bagi saya memilih hotel di lokasi yang memiliki paling tidak satu stall makanan halal authentic daerah tersebut.
kalau di Singapura, saya selalu suka di daerah Geylang Serai Market & Food Centre/Haig Road Moslem Food Centre. di Seoul saya suka di dekat Kampungku Halal Restaurant Myeongdong. di Hongkong saya suka hotel yang walking distance ke Wai Kee Halal Restaurant atau Islamic Centre. di Kyoto atau Tokyo saya suka hotel dekat Halal Ramen Ayam Ya. di Penang saya suka di Lorong Selamat karena dekat dengan Nasi Kandar Pelita. atau seperti di Kuala Lumpur saya suka di daerah Chinatown untuk makan di warung warung Amak muslim atau makan Burger Ramlee waktu sore.
jika memang tidak ada area halal, saya mencoba untuk tinggal di hotel dekat restaurant no pork no lard seperti Kyochon Chicken Restaurant di Jeju City
4. Menunggu Lebih Sabar, untuk Travelling Lebih Proper, From Budget Traveler to Price Wise Traveler
akhir kata, tulisan ini tentang perjalanan saya pindah kuadran ke kategori Price Wise Traveler.
menurut longman dictionary of contemporary english, price wise diartikan sebagai informal used for saying which feature of a situation you are referring to.
ketika memutuskan untuk memperjuangkan value yang saya miliki dalam merencanakan perjalanan, saya paham ada harga yang harus dibayar. my life value comes worth certain price to pay. karena situasinya jelas yah. everything comes with consequence. jelas disini saya memilih konsekuensi harga dibandingkan settle for less yang membuat saya nggak tenang ibadah shalat dan akhirnya bikin perjalanan jadi nggak tenang. trus saya nya jadi nggak happy.
berpindah kuadran untuk menerima kenyataan saya udah di level price wise dalam hal travelling membuat saya agak shock sebenarnya. saya yang di 2023 mencetak rekor perjalanan ke luar negeri terbanyak seumur hidup, kini (2024) sepertinya harus puas dengan perjalanan di awal tahun lalu saja (Singapore - Penang - Kuala Lumpur).
perjalanan di awal tahun ini sangat Price Wise sekali dengan segala kejutannya. tapi saya happy. saya ingin mengulang kebahagiaan itu. langkah pertama adalah dengan mengaudit dan memperbaiki performa personal finance saya. kemudian melakukan riset dan mengeksekusi sesuai rencana.
langkah yang cukup berani sebenarnya. tapi saya percaya menunggu lebih sabar untuk travelling lebih proper jauh lebih bijaksana ketimbang mengeksekusi tiket pesawat sebanyak mungkin namun berakhir dengan memaklumi banyak hal terjadi tidak sesuai value saya. susah cari makanan halal, susah shalat, dan kelelahan fisik akibat terlalu lama di perjalanan darat.
memang saya harus lebih sabar. namun lebih baik capek terbang, dibanding capek perjalanan darat. lebih baik menginap di hotel yang sedikit di atas rata rata harga hotel budget, asal nyaman shalat dan makan halal. lebih baik menambah sekian ratus ribu untuk bagasi penerbangan berangkat dibanding membawa koper kabin dan berakhir membeli koper tambahan saat pulang.
pada akhirnya, semua orang memiliki visi masing - masing dalam merancang sebuah perjalanan. visi tersebut diturunkan menjadi hal - hal yang tidak ingin ditoleransi bernama value. dan saya memilih untuk itu. saya memilih untuk mengedepankan kualitas perjalanan ketimbang kuantitas kunjungan.
Finally, I choose for being wise tralever over budget traveler.
kalau kamu ?
Post a Comment
pembaca yang baik, terima kasih telah berkunjung ke sini. silahkan meninggalkan kritik, saran, pesan, kesan, dan apresiasi untuk saya menulis lebih baik lagi. terima kasih pula untuk tidak nge-Spam di Blog Saya :)